Tuesday, 19 October 2010

Kritik untuk PSSI

Sudah banyak rasanya tulisan baik itu menghujat atau mendukung langkah PSSI dalam rangka memajukan persepakbolaan di tanah air, dan sudah sewajarnya kritik memang ditujukan pada badan tertinggi sepakbola nasional. Rakyat Indonesia sudah rindu dengan prestasi, rindu dengan hingar bingar sepakbola dimana negara ini terlibat didalamnya bukan hanya sekedar penggembira yang hanya sekedar hura-hura tanpa jelas.
Kembali organisasi sepakbola tertinggi di tanah air mengeluarkan kebijakan yang serupa tapi tak sama dengan program-program terdahulu dalam hal pembinaan bibit sepakbola. PSSI dengan IFA (Indonesian Football Academy) mengirimkan calon pemain timnas ke benua eropa. Padahal sebelumnya era primavera (kurniawan dwi julianto dkk) jelas proyek ini mengalami kegagalan, kemudian di susul era bareti, dan sekarang adalah tim SAD Indonesia yang sedang belajar di Uruguay.
Dan kini kembali proyek besar tersebut di gulirkan, walaupun tidak sama persis dengan proyek terdahulu, namun kesamaan yang tampak adalah PSSI mencari sesuatu yang instan dalam mencetak pemain berprestasi. Padahal dana yang dikeluarkan dalam proyek tersebut tidaklah sedikit, alangkah bijak bila PSSI ikut membantu SSB yang ada di Indonesia, baik dari sisi dana ataupun System kepelatihan, agar nantinya bibit sepakbola yang dapat disemai jadi lebih banyak dan bervariasi serta berkesinambungan. Bukan dengan mencetak 22 pemain kemudian hilang lalu mencetak lagi. Yang lebih menggelikan lagi adalah PSSI melalui IFA akan mengirim talenta muda ke Inggris (Leicester City) dan Belanda (FC Presikhaa) salah satu tim amatir. Mengapa membuang uang besar percuma jika ke sebuah akademi klub amatir ? apakah tidak sanggup untuk berlatih misalnya di Ajax (belanda) atau di West Ham United (Inggris) yang memang sudah terkenal dengan kualitas sekolah sepakbolanya ? apakah karena dana yang ada kurang ?. Tapi sesungguhnya walaupun mampu berlatih di ajax atau west ham alangkah bijak bila kembali (lagi) menggunakan dana tersebut untuk hal-hal yang lebih nyata seperti membuat kompetisi liga remaja atau hal lain dalam koridor pembinaan bibit muda. Sungguh sebuah akal-akalan saja bila tetap ngotot pergi kesana. Jika memang dana yang ada kurang tentulah harus disiasati dengan mendatangkan misalnya kursus kepelatihan bagi seluruh SSB di indonesia dengan mendatangkan pengelola sekolah sepakbola terbaik di eropa, daripada membuang uang untuk berlatih di klub amatir.
Program lain yang tak kalah bombastis adalah mengundang tim-tim besar atau negara besar dalam hal sepakbola, dan kali ini yang akan di helat pada jumat 8 juli 2010 adalah Uruguay, negara semifinalis piala dunia 2010. Tentunya mendatangkan tim sebesar Uruguay juga memakan dana yang tidak sedikit, karena kitalah yang meminta, bukan mereka. , walaupun timnas kita dibabat 7-1 oleh Uruguay tapi dengan begitu kita dapat mengetahui sejauh mana timnas Indonesia
 bersaing di kancah dunia.
Rencana menggunakan “jasa” pemain keturunan Indonesia untuk bertanding melawan uruguay juga gagal, kabarnya kubu uruguay menginginkan pertandingan ini bersifat resmi, sehingga menolak Indonesia menggunakan pemain keturunan karena jika menggunakan pemain keturunan maka hasil pertandingannya tidak dicatat oleh otoritas tertinggi sepakbola dunia (FIFA).
Pemain keturunan Indonesia atau naturalisasi belumlah dikenal di negara ini, sehingga wacana menggunakan pemain naturalisasi sempat menjadi pro kontra pecinta timnas Indonesia, dan wacana ini sepertinya memang menjadi solusi akhir ketika prestasi timnas yang makin jeblok maka kembali lagi PSSI mengunakan jurus instant untuk mengerek prestasi, entahlah jika memang berhasil, jika gagalpun tentunya banyak excused yang sudah di siapkan PSSI.



No comments:

Post a Comment